Jumat, 13 Juli 2018

KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERSENGKETAAN DALAM EKONOMI

KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN

Ifranius Algadri, 23 tahun, melaporkan mantan Presiden Direktur PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling, dan mantan Manager Claim PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Yuliana Firmansyah, ke polisi pada April 2017. Dia melihat ada pelanggaran terhadap hak perlindungan konsumen.
Warga Tangerang itu merasa kecewa karena perusahaan asuransi tersebut menolak pembayaran klaim atas biaya perawatan di dua rumah sakit senilai Rp 16 juta. "Dijanjikan 14 hari kerja pasti dibayarkan. Nyatanya, sampai saat ini enggak dibayar," katanya di Polda Metro Jaya, Selasa, 26 September 2017.
Ifranius mengaku sudah berlangganan asuransi kesehatan Allianz selama satu tahun dengan biaya premi per bulan Rp 600 ribu. Saat itu, dia menuturkan agen asuransi menjanjikan proses klaim yang mudah.
Kekecewaan pun muncul setelah Ifranius dirawat di rumah sakit karena diare dan tipus. Saat mengajukan reimburse, dia menjelaskan, pihak Allianz memintanya melampirkan catatan medis sebagai syarat pencairan klaim.
Surat tersebut tidak bisa dia dapatkan lantaran pihak rumah sakit tidak bisa memberikannya. Pasien hanya berhak memperoleh resume medis, bukan catatan medis. Syarat permintaan rekam medis lengkap, menurut kuasa hukum Ifranius, Alvin Lim, adalah pelanggaran hukum yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008.
Kejadian serupa dialami Indah Goena Nanda, 37 tahun. Pria asal Gading Serpong, Tangerang, itu berlangganan asuransi kesehatan Allianz Life dengan program Flexicare. Ia membayar biaya premi Rp 700 ribu setiap bulan sejak November 2016.
Goena menceritakan, dia pernah sakit dan dirawat karena keracunan makanan pada Januari 2017. Ia mengaku proses klaimnya gagal karena syarat harus melampirkan catatan medis tersebut. "Padahal catatan medis lengkap tidak bisa diberikan ke pasien," ujarnya.
Dia merasa kecewa karena biaya klaim Rp 9 juta tidak bisa didapatnya. Karena itu, dia pun melaporkan petinggi perusahaan asuransi tersebut ke polisi.
Menurut dia, laporan tersebut bukan ditujukan untuk mengincar pencairan klaim, tapi untuk menegakkan perlindungan konsumen. "Prosesnya yang saya tidak suka. Saya setiap bulan rutin bayar. Masak, klaim bisa dicairkan, tapi saya melanggar hukum dulu?" ucapnya.
FRISKI RIANA


KASUS PERSENGKETAAN DALAM EKONOMI

Sengketa ekonomi syariah yang berujung ke meja hijau jumlahnya sangat sedikit. Menurut data 2011, sengketa yang ditangani oleh Pengadilan Agama di seluruh Indonesia hanya 5 perkara.

Berdasarkan data yang dihimpun Subdit Syariah Direktorat Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama, lima perkara tersebut tersebar di Jawa Tengah dua perkara dan sisanya di Yogyakarta.

"Hingga akhir tahun 2011, satu perkara di wilayah Jawa Tengah sudah diputus dan satu perkara masih dalam proses. Sementara itu, di wilayah Yogyakarta, perkara yang sudah diputus baru satu dan dua lainnya masih disidangkan," tulis humas Mahkamah Agung seperti dilansir dalam situsnya, Selasa (22/5/2012).

Dibandingkan dengan jumlah perkara keseluruhan yang ditangani peradilan agama, jumlah perkara ekonomi syariah sangat minim. Selama 2011, pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan agama menerima 363.041 perkara. Dari jumlah itu, lebih dari 90% merupakan perkara yang berkaitan dengan sengketa perkawinan.

"Minimnya perkara ekonomi syariah itu juga berbanding terbalik dengan upaya-upaya yang telah dilakukan kalangan peradilan agama untuk menyongsong kewenangan baru di bidang sengketa ekonomi syariah tersebut," ujarnya.

Padahal, banyak hakim peradilan agama yang menempuh studi S2 dan S3 dengan memfokuskan diri pada bidang ekonomi syariah. Berbagai pelatihan pun diselenggarakan. "Beberapa di antara pelatihan itu bahkan difasilitasi oleh negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia dan Sudan," paparnya.

Sedikitnya perkara yang masuk ke pengadilan di duga karena banyaknya opsi penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Selain melalui jalur litigasi di peradilan agama, sengketa ekonomi syariah memang dapat pula diselesaikan melalui jalur non-litigasi, misalnya dengan mediasi atau arbitrase.




(asp/dnl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar