Kamis, 28 September 2017

KOPERASI

KOPERASI

I. SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI
Koperasi pertama kali didirikan pada tahun 1844 di kota Rochdale, Inggris. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme sebagai akibat dari revolusi industri. Pada awalnya, koperasi Rochdale berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya penumpukan modal koperasi, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual.

Perkembangan koperasi di Rochdale sangat mempengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris dan di luar Inggris. Pada tahun 1862 jumlah koperasi di Inggris mencapai 100 unit. Kemudian dibentuklah pusat koperasi pembelian dengan nama The Cooperative Whole Sale Society (CWS)Pusat koperasi pembelian ini berhasil mempunyai kurang lebih 200 pabrik dengan 9.000 pekerja. Melihat perkembangan usaha koperasi baik di sektor produksi maupun di sektor perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilan-perwakilan di luar negeri seperti New York, Kopenhagen, Hamburg, dan lain-lain.

Sejarah koperasi di Indonesia dibagi menjadi 3 periode, yakni :

1. Koperasi Zaman Kolonial Belanda

Di zaman ini pembentukan koperasi diawali dari keinginan Raden Aria Wiriaatmaja, Patih Purwokerto (1896) untuk mendirikanHulp Spaarbank yang berarti bank simpanan. Pendirian ini tidak terlepas dari peran salah satu pejabat tinggi Belanda yang bernama E. Sieburgh . Namun pada awal pendiriannya bank itu hanya ditujukkan untuk kaum Priyayi dan Pegawai Pemerintahan yang digunakan untuk membentengi mereka dari Lintah Darat (renternir) yang banyak menyulitkan dan meresahkan. Setelah sistem ini dibentuk dan membuahkan hasil pada akhirnya tujuan pendirian bank simpanan ini semakin diperlebar agar bisa menyentuh kehidupan rakyat pribumi yang memang todak memiliki banyak pembela dalam bidang ekonomi.

Perkembangan koperasi berikutnya yakni usaha  Budi Utomo dengan mendirikan Koperasi Rumah Tangga pada tahun 1908. Namun karena kurangnya kesadaran dari pihak yang terkait atau masyarakat maka koperasi tidak bertahan lama. Usaha serupa juga dilakukan oleh Organisasi Serikat Islam, meski harus bernasib sama dengan milik organisasi milik Budi Utomo. Menyikapi atas keadaan banyaknya pembentukkan koperasi yang tidak bertahan lama, maka pada tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie(Komisi Koperasi) yang diketuai oleh Prof. Dr. H. Boeke yang bertujuan untuk memasyarakatkan program koperasi.

2. Koperasi Zaman Penjajahan Jepang

Berbeda dengan masa kolonial Belanda, perkembangan koperasi di zaman Jepang memang jauh dari kata maksimal. Legalitas pendirian koperasi di masa itu harus datang dari pemerintahan yang diwakili oleh seorang Suchokan atau Residen. Hal ini membuat koperasi tidak bisa berkembang karena Jepang menghapus seluruh peraturan yang selama ini diberlakukan oleh pemerintah Belanda.

Sebagai alternatif maka Jepang mendirikan Kumiai atau koperasi ala Jepang. Tugas Kumiai adalah sebagai alat kebutuhan rakyat, namun kenyataanya malah sebaliknya Jepang menjadikan Kumiai sebagai penyedot potensi rakyat. Ini membuat atensi koperasi dikalangan rakyat menurun dan membuat masa-masa berikutnya sebagai masa sulit bagi koperasi.

Di zaman Jepang juga muncul istilah-istilah lain, yaitu :
a. Shomin Kumiai Chuo Jimusho (Kantor Pusat Jawatan Koperasi)
b. Shomin Kumiai Syodansyo (Kantor Daerah Jawatan Koperasi)
c. Jumin Keizikyoku (Kantor Perekonomian Rakyat)

3. Perkembangan Koperasi Setelah Kemerdekaan

Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 membawa dampak positif disegala bidang kehidupan bangsa Indonesia, termasuk kehidupan perkoperasian. Bahkan sejak diberlakukannya Undang-Undang Dasar Negara yang dikenal dengan nama UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka peranan perkoperasian di Indonesia sangatlah diutamakan.

Peranan koperasi ini di tuangkan secara jelas didalam pasal 33 UUD 1945 yang pada dasarnya, menetapkan koperasi sebagai soko guru Republik Indonesia. Oleh karena itu, pada bulan Desember 1946 Pemerintah Republik Indonesia melakukan reorganisasi terhadap Jawatan Koperasi dan Perdagangan. Jawatan yang disebut pertama bertugas mengurus dan menangani pembinaan gerakan koperasi dan jawatan yang terakhir bertugas menangani persoalan perdagangan.

Kongres Koperasi pertama, terlaksana pada tanggal 11-14 Juli 1947 di tasikmalaya, Jawa Barat. Dan menghasilkan keputusan antara lain :
a. Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia)
b. Ditetapkannya asas koperasi yaitu : Berdasarkan atas kekeluargaan dan gotong royong
c. Ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai "Hari Koperasi Indonesia"
d. Diperluasnya pengertian dan pendidikan dan tentang perkoperasian

Dan setelah berlangsungnya kongres koperasi pertama, perkembangan koperasi di Indonesia berkembang dengan sangat pesat sampai sekarang. Bahkan koperasi dijadikan sebagai alat untuk membantu dalam perkembangan Perekonomian di Indonesia.

II. DEFINISI KOPERASI
II.1 Menurut Para Ahli
    1. Menurut Arifinal Chaniago
        Koperasi adalah suatu perkumpulan beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
    2. Menurut Hatta ( Bapak Koperasi Indonesia)
       Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki  nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan “seorang buat semua dan semua buat seorang”.
    3. Menurut UU No. 25/1992
        Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3 tujuan koperasi Indonesia adalah “koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

III. TUJUAN KOPERASI
 1. Meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup seluruh anggota pada khususnya dan lingkungan daerah kerja pada umumnya.
 2. Memenuhi kebutuhan anggota dalam hal ekonomi.
 3. Menggalang solidaritas dan toleransi antar anggota.
 4. Ikut membantu pemerintah dengan berperan membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujukan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
 5. Memajukan dan mengembangkan unit usaha yang sifatnya bisnis.

IV. PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
1. Keangotaan bersifat sukarela dan terbuka.
Maksudnya setiap keanggotaan / anggota secara sukarela memberikan modalnya sendiri-sendiri untuk di gabungkan sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan kenggotaan bersifat terbuka maksudnya terbuka untuk siapa saja yang mau menjadi anggota koperasi tersebut
2. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi.
Karena setiap kenggotaan koperasi bebas berpendapat, tetapi yang dimaksud bebas berpendapat harus memakai aturan yang jelas berdasarkan prinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan demi mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
Maksudnya setiap hasil usaha (SHU) adalah jasa darj masing-masing anggota dan modal dari masing-masing anggota ,jadi pembagian SHU setiap anggota harus dibayar secara tunai karena disini setiap anggota adalah investor atas jasa modal,selain investor anggota koperasi adalah pemilik jasa sebagai pemakai /pelangan. SHU juga merupakan hak dari setiap anggota koperasi.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
Pembelian balas jasa di dalam anggota koperasi terbatas oleh besarnya modal yang tersedia. Apabila modal sedikit pembelian balas jasanya juga sedikit dan begitu juga sebaliknya, jadi dilihat dari besar-kecilnya modal anggota itu sendiri.
5. Kemandirian.
Maksudnya setiap anggota mempunyai peran, tugas dan tanggung jawab masing-masing atas setiap usaha itu sendiri, selain itu anggota koperasi di tuntut berperan secara aktif dalam upaya mempertingi kualitas dan bisa mengelola koperasi dan usaha itu sendiri.
6. Pendidikan perkoperasiaan
Maksudnya pendidikan perkoperasiaan memberikan bekal kemampuan bekerja setelah mereka terjun dalam masyarakat karena manusia disamping sebagai makhluk sosial juga sebagai makhluk individu, dan melalui usaha-usaha pendidikan perkoperasian dan partisipasi anggota sangat di hargain dan dianjurkan dalam berkehidupan koperasi, selain itu juga melalui pendidikan perkoperasiaan setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing



7. Kerjasama antar koperasi.
Maksudnya adanya hubungan kerjasama antar koperasi satu dengan koperasi lainnya untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama dan dengan adanya kerjasama antar koperasi dapat mewujudkan kesejahteraan koperasi tersebut.

Prinsip koperasi dalam UU No. 25 tahun 1992 mengenai Perkoperasian, sebagai berikut :
1.Pengelolaan koperasi dijalankan secara demokrasi
2. Pembagian sisa hasil usaha dilaksanakan secara adil sesuai dengan jasa yang di jual anggotanya
3. Koperasi harus bersifat mandiri
4. Balas jasa yang diberikan bersifat terbatas terhadap modal.


V. DASAR HUKUM KOPERASI
    Tinjauan Umum Tentang Koperasi Dasar hukum koperasi adalah Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD N RI 1945) dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Dasar-dasar Hukum Koperasi Indonesia :
1.Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
3. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah
4. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi
5. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.
6. Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan PPK No. 36/Kep/MII/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi
7. Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan PKM No. 19/KEP/Meneg/III/2000 tentang Pedoman kelembagaan dan Usaha Koperasi
8. Peraturan Menteri No. 01 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
Landasan-landasan koperasi dapat di bagi menjadi 3 (tiga) hal, antara lain :
1. Landasan Idiil Koperasi Indonesia adalah Pancasila.
2. Landasan Strukturil dan landasan gerak Koperasi Indonesia adalah Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD N RI 1945).
3. Landasan Mental Koperasi adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi. Dasar hukum Koperasi Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. UU ini disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1992, ditandatangani oleh Presiden RI Soeharto, dan diumumkan pada Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 116.


Referensi :

- Koperasi dalam Teori dan Praktek (Drs. Sudarsono, S.H, M.Si)
http://triicecsfabregas.blogspot.co.id/2012/12/dasar-dasar-hukum-koperasi-di-indonesia.html
- https://riyanikusuma.wordpress.com/2011/10/10/tujuan-koperasi/

Selasa, 26 September 2017

INDUSTRIALISASI DI INDONESIA

MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
INDUSTRIALISASI DI INDONESIA




Nama              : Syalzabila Imaningtyas        
NPM               : 27216244
Jurusan           : Akuntansi
Dosen             : Antoni, SE., MM




FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................   i
DAFTAR ISI......................................................................................................................   1
BAB I         PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang......................................................................................   2
1.2  Rumusan Masalah..................................................................................   2
1.3  Tujuan Masalah......................................................................................   2

BAB II        URAIAN UMUM
2.1  Konsep Dan Tujuan Industrialisasi........................................................   3
2.2  Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi...............................................   3
2.3  Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional...........................   4
2.4  Permasalahan Industrialisasi..................................................................   7
2.5  Strategi Pembangunan Sektor Industri..................................................   8


BAB III       PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................   11
3.2 Saran......................................................................................................   11

DAFTAR PUSTAKA















BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang Masalah
Industrilisasi merupakan usaha pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan. Sejarah hidup manusia tidak terlepas dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia mempunyai metode untuk memenuhinya sesuai dengan zamannya. Mulai zaman prasejarah, kita mengenal kehidupan manusia purba masa berburu dan mengambil makanan, atau dikenal food gathering. Kemudian, masa berternak  dan bercocok tanam atau food producing.
Pada saat sekarang ini, negara Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea ke 4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan negara tersebut, pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Guna mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia tersebut di atas, pemerintah telah berupaya melakukan berbagai kegiatan, termasuk salah satu diantaranya adalah mendorong laju perekonomian nasional. Pertumbuhan laju industri merupakan andalan pemerintah dalam upaya meningkatkan perekonomian di Indonesia. Perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang tanpa dukungan dari peningkatan perindustrian sebagai salah satu sektor perekonomian yang sangan dominan di zaman sekarang.

1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan tujuan industrialisasi
2. Apa saja faktor-faktor pendorong industrialisasi
3. Bagaimana perkembangan sektor industri manufaktur nasional
4. Apa saja permasalahan industrialisasi
5. Bagaimanakah strategi pembangunan sektor industri

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dan tujuan industrialisasi
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong industrialisasi
   3. Untuk mengetahui perkembangan sektor industri manufaktur nasional
4. Untuk mengetahui macam-macam permasalahan industrialisasi
5. Untuk mengetahui strategi pembangunan sektor industri



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan tujuan industrialisasi
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
Industrialisasiè suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.

2.2     Faktor-faktor pendorong industrialisasi
Faktor pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara) :
    ·         Kemampuan teknologi dan inovasi
    ·         Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
    ·         Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri.
Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat.
    ·         Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang merupakan salah satu faktor perangsang bagi pertumbuhan kegiatan-kegaiatan ekonomi, termasuk industri, karena pasar yang besar menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi(dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestic kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu” nya untuk mencapai produksi optimal.
      ·         Ciri industrialisasi
Yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
         ·         Keberadaan SDA
Ada kecenderungan bahwa Negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah, dan Negara tersebut cenderung tidak atau terlembat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan Negara-negara yang miskin SDA.
     ·         Kebijakan/strategi pemerintah
Pola Industrialisasi di Negara  yang menerapkan kebijakan subtitusi impor dan kebijakan perdagangan luar negeri yang protektif(seperti Indonesia terutama selama pemerintahan Orde Baru hingga krisis terjadi) berbeda dengan di Negara yang menerapkan kebijakan promosi ekspor dalam mendukung industri nya.



2.3     Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi Perkembangan Manufaktur Nasional :
           
A.    Pertumbuhan Output          
Proses industrialisasi yang terjadi pada negara-negara ASEAN yang pesat disorong oleh laju pertumbuhan output industri yang pesat karena menyebabkan terjadinya penambahan struktural yang cukup luas di dalam perekonomian negara tersebut.       
Hal ini dikarenakan, sektor industri menaglami laju pertumbuhan yang sangat pesat, melebihi laju pertumbuhan di negara berkembang dengan rata-rata 50-100% pada 1970-an, bahkan dengan batas rata-rata yang lebih tinggi pada 1980-an. Pangsa sektor manufaktur terhadapa toal output industri telah menjadi lebih dari 2 kali lipat di Indonesia maupun Malaysia, dan hampir 2 kali lipat di Thailand. Ke-empat ekonomi tersebut kini telah melampaui titik belok yang penting di jalan panjang pembangunan ekonomi dalam hal output sektor manufaktur yang melebihi output sektor pertanian.(Hill, 2003).
Selain itu, menurut Hill, hal lain yang mungkin penting adalah pelaksanaan industrialisasi di ke-empat negar tersebut telah berhasil melampaui suatu proses pergeseran secara bertahap selama 1970-an, dari yang tadinya berorientasi ke pasar domestik (subtitusi impor) ke industri yang berorientasi ke pasar global

B.     Pendalaman Struktur Industri
Pembangunan ekonomi jangka panjang dapat merubah pusat kekuatan ekonomi dari pertanian menuju industri dan menggeser struktur industri yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.
Indikator yang digunakan untuk mengukur struktur industri adalah distribusi dari jumlah unti produksi (perushaan) yang ada dan total NO atau NT dari sektor industri menurut kelompok industri (subsektor). Kaena semakin tingginya subsektor industri, berarti semakin tingginya diversifikasi produksi.
Distribusi PDB menurut subsektor industri juga dapat berperan sebagai indikator poengukur tingkat diversifikasi industri. Semakin maju industri manufaktur, semakin besar kontribusi output dari kelompok-kelompok industri berteknologi tinggi terhadap pembentukan PDB.

Perubahan struktur industri disebabkan oleh:
· Penawaran agregat perkembangan teknologi, kualitas SDM, dan inovasi material baru untuk      produksi.
· Permintaan agregat peningkatan pendapatan per kapita yang mengubah volume dan pola konsumsi.
Orientasi perkembangan industri manuafktur di Indonesia masih pada barang konsumsi sederhana seperti makanan, minuman pakaian jadi. Sisi permintaan agergat, pasar domestik barang konsumsi berkembang pesat seiring laju penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat per kapita. Sedangkan pada sisi penawaran agregat, sarana dan prasarana menunjang untuk produksi.


      C.    Teknologi dari Produk Manufaktur
Untuk membandingkan dan menganalisa kemampuan T dari produksi di negara-negara berbeda, karena industri dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori. Kategori pertama yaitu industri denagn teknoklogi yang tinggi, contohnya obat-obatan, komputer, alat-alat perkantoran, barang elektronik, dan kendaraan bermotor. Kategoti kedua yaitu industri dengan T yang menengah, contohnya produk-produk dari logam sederhana, produk-produk dari plasitik dan karet, dan penyulingan minyak. Kategori ketiga adalah industri dengan T rendah, seperti kertas dan percetakan, pakaian jadi, makanan, minuman, rokok, dan mebel.
Tingkat perkembangan industri manufaktur dapat dilihat dari pendalaman struktur industri itu sendiri. Struktur industri:
1) Ragam produk barang konsumsi, sederhana, barang konsumsi dengan kandungan teknologi yanglebih canggih, barang modal.
2)  Intensitas pemakain faktor produksi barang dengan padat karya dan barang dengan padat modal. Orinetasi pasar barang domestik dan barang ekspor.

      D.    Ekspor
Kinerja ekspor (X) dari produk-produk manufaktur juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator alternatif untuk mengukur derajat pembangunan dari industri manufaktur. Kinerja X bisa ada dalam 3 arti, yaitu laju pertumbuhan volume atau nilai X dan diversifikasi, baik dalam produk maupun pasar/ negara tujuan. Pada umumnya, industri manufaktur suatu negara dikatakan sudah maju apabila laju pertumbuhan X manufakturnya rata-rata per tahun tinggi dan tingkat diversifikasi produk seta pasar dan negara tujuannya tinggi.
Hasil analisis Wolrd Bank tahun 1999 menunjukkan bahwa Indonesia lemah dalam prosuk-produk manufaktur yang prospek masa depannya sangat baik. Data BPS juga menunjukkan bahwa diversifikasi X manufaktur Indonesia cukup tinggi, namun masih hanya didominasi oleh industri kecil dan menengah ke bawah, terutama pada barang-barang konsumsi. Selain itu, industri Indonesia juga masih didominasi dengan produk-produk berbasis pertanian. Di sisi lain, harga dunia untuk komoditi berbasis pertanian relatif rendah jika dibandingkan dengan komoditas berteknologi menengah ke atas, seperti komputer, mesin, dan otomotif, bahkan pasaran harga komoditas-komoditas ini kian meningkat dari waktu ke waktu.

E.     Gejala Deindustrialisasi
Perkembangan industri manufaktur di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto atau PDB. Bahkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006, banyak pengamat ekonomi yang mengkhawatirkan terjadinya de-industrialisasi di Indonesia akibat pertumbuhan sektor industri manufaktur yang terus merosot.
Deindustrialisasi merupakan gejala menurunnya sektor industri yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan industri manufaktur yang berlangsung secara terus menerus. Melorotnya perkembangan sektor industri manufaktur saat itu mirip dengan gejala yang terjadi menjelang ambruknya rezim orde baru pada krisis global yang terjadi pada tahun 1998. Selain menurunkan sumbangannya terhadap produk domestik bruto, merosotnya pertumbuhan industri manufaktur juga menurunkan kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja
Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada triwulan pertama tahun 2005, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 7,1 persen. Namun memasuki triwulan kedua tahun 2005 perkembangannya terus merosot. Bahkan pada akhir tahun 2005, perkembangan industri manufaktur kita hanya mencapai 2,9 persen. Kondisi ini semakin parah setelah memasuki triwulan pertama tahun 2006 karena pertumbuhannya hanya sebesar 2,0 persen.
               
F.      Problem Pengangguran
Sebagai sektor industri yang sangat penting, perkembangan industri manufaktur memang sangat diandalkan. Penurunan pertumbuhan sektor industri ini dapat menimbulkan efek domino yang sangat meresahkan. Bukan saja akan menyebabkan PDB menurun namun yang lebih mengkhawatirkan adalah terjadinya gelombang pengangguran baru. Apalagi problem pengangguran yang ada saat ini saja masih belum mampu diatasi dengan baik.
Kita mestinya bisa belajar banyak dari pengalaman tragedi ekonomi tahun 1998. Selain menyangkut fondasi perekonomian nasional yang mesti diperkuat, sejumlah ahli juga melihat perlunya membenahi strategi pembangunan industri di Indonesia. Kalau perlu, pemerintah bisa melakukan rancang ulang atau redesign menyangkut visi dan misi pembangunan industri, dari sejak hulu hingga hilir. Paling tidak agar produk industri kita mampu bersaing di pasar global.

2.4     Permasalahan Industrialisasi
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena:
1. Keterbatasan teknologi
2. Kualitas Sumber daya Manusia
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
    masih rendah
5. Masalah dalam industri manufaktur nasional
 1)      Kelemahan struktural

 Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a)      Terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b)      Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada,Turki & Norwegia
c)      USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil &  pakaian jadi dari Indonesia
d)     Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah    terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e)      Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan  harga muncul pesaing baru seperti cina & vietman
f)        Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti tuntutan kenaikan upah

·         Ketergantungan impor sangat tinggi
Pada tahun 1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
a)      Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas 45%
b)      Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepadaimpor bahan baku, komponen &  input perantara  masih tinggi.
c)      PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
d)     Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e)      Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran masih terbatas

·         Tidak ada industri berteknologi menengah
a)      Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen) terhadap pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
b)      Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas,besi & baja) thd ekspor menurun 1985 – 997
c)      Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat

·         Konsentrasi regional
            Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.

         2)      Kelemahan organisasi
·         Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahè Jumlah Tk masih  banyak (padat Karya)
·         Konsentrasi Pasar
·         Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
·         SDM yang lemah








2.5     Strategi pembangunan sektor industri
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
1.      Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
2.      Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri
3.      Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian;
4.      Mendukung perkembangan sector infrastruktur;
5.      Meningkatkan kemampuan teknologi;
6.      Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
7.      Meningkatkan penyebaran industri. 
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industrimanufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi.perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif. Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage). 
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut,  industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu. 
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
         
Strategi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:
          - Subtitusi Impor (inward-looking)
          - Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi

1.      Strategi Subtitusi Impor
·         Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
·         Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
·         Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor

1.      Pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a.       SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup
 tersedia potensi permintaan dalam negeri memadai
b.      Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
c.       Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
d.      Dapat mengurangi ketergantungan impor


2.   Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
-          Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
-          Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
-          Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
-          Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi


2.      Strategi Promosi Ekspor
·         Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
·          Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
·          Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
·           Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

3.      Kebijakan Industrialisasi
·         Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
·         Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
·         Diberlakukannya Undang-undang PMA








DAFTAR PUSTAKA

http://ivanlipio.blogspot.com/2011/03/industrialisasi.html